Hadist Tentang Al-Qardh
Al-Qardh atau hutang piutang adalah perkara yang tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan manusia. keridakmerataan materi adalah salah satu penyebab utama transaksi ini muncul. Islam sebagai agama yang mengatur segala urusan yang ada dalam kehidupan manusia termasuk al-Qardh ini. Konsep hutang puitang dalam islam pada dasarnya adalah untuk mempermudah bagi yang memiliki kekurangan dalam hal yang bisa ditanggungkan.
A. Pengertian Al-Qardh
Secara istilah dikutip dari antonio syafi’i Al-Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Dalam literatur fiqih klasik, qardh dikategorikan dalam aqad tathawwui atau akad saling membantu dan bukan transaksi komersial.
Dari begitu banyak definisi Qardh dapat ditarik kesimpulanya Qardh adalah pemberian pinjaman kepada orang lain yang dapat ditagih atau dikembalikan segera tanpa mengharapkan imbalan dalam rangka tolong menolong, dengan kata lain uang pinjaman tersebut kembali seperti semula tanpa penambahan ataupun pengurangan dalam pengembaliannya.Utang piutang merupakan bentuk Muamalah yang bercorak ta’awun (pertolongan) kepada pihak lain untuk memenuhi kebutuhannya.
B. Landasan-Landasan Al-Qardh
1. Al-Qur’an
a. QS. Al-Hadid ayat 11
من دا الذى يقر ض االه قر ضا حسنا فيضعفه له و له ا خر كر يم
Artinya: “Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu untuknya dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.” (QS. Al Hadidt : 11)
b. QS. Al-Baqarah ayat 245
“Barang siapa yang meminjami Allah dengan pinjaman yang
baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan
meperlipat gandakan ganti kepadanya dengan banyak. Allah menahan
dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.”
(QS. Al-Baqarah:245)
2. Hadist
a) Riwayat Imam Muslim yang bersumber dari Abu Rafi’ r.a
Dari Abu Rafi’i (katanya): Sesungguhnya Nabi Saw mengutang dari seseorang anak sapi. Setelah datang pada beliau unta dari unta-unta sedeqah (zakat), lalu beliau menyuruh Abu Rafi’ untuk melunasi utangnya kepada lelaki itu berupa anak unta tersebut. Kata Abu Rafi’ : tidak saya dapati selain unta yang baik yang berumur enam tahun masuk tujuh tahun (Raba’iyyah). Lalu beliau bersabda : Berilah dia unta yang baik dan besar itu, karena sesungguhnya sebaik baiknya orang adalah orang yang paling baik cara melunasi utangnya.
b) Riwayatkan Ibnu Majah, Nabi SAW bersabda:
“Dari Ibn Mas’ud ra, bahwa Nabi SAW bersabda: Tidaklah seorang Muslim memberikan pinjaman kepada orang Muslim lainnya sebanyak dua kali pinjaman, melainkan layaknya ia telah menyedekahkan satu kali.”
C. Rukun dan Syarat Al-Qardh
a) Rukun Al-Qardh
i. Pelaku yang
terdiri dari pemberi
(muqridh) dan penerima
pinjaman (muqtaridh).
ii. Objek akad, berupa uang yang
dipinjamkan.
iii. Ijab kabul atau serah terima
b) Syarat-Syarat Al-Qardh
i. Akad qardh dilakukan dengan sighat ijab dan
qabul atau bentuk
lain yang dapat menggantikanya,
seperti muatah (akad dengan
tindakan/saling memberi dan
saling mengerti).
ii. Kedua
belah pihak yang
terlibat akad harus
cakap hukum
(berakal, baligh
dan tanpa paksaan).
Berdasarkan syarat ini,
maka qardh sebagai akad tabrau’
(berderma/sosial), maka akad
qardh yang dilakukan anak kecil,
orang gila, orang bodoh atau
orang yang dipaksa, maka hukumnya
tidak sah.
iii. Menurut kalangan hanafiyah, harta yang
dipinjamkan haruslah
harta yang
ada padanannya di
pasaran, atau padanan
nilainya
(mitsil), sementara
menurut jumhur ulama,
harta yang
dipinjamkan dalam
qard dapat berupa
harta apa saja
yang
dijadikan tanggungan.
iv. Ukurang,
jumlah, jenis dan
kualitas harta yang
dipinjamkan
harus jelas
agar mudah untuk
dikembalikan. Hal ini
untuk
menghindari perselisihan di
antara para pihak yang melakukan
akad qard.
D. Ketentuan-Ketentuan Dalam Al-Qardh
Berikut
ini adalah ketentuan
Al-Qardh secara umum
menurut (Fatwa DSN
No.19/DSN.MUI/IV/2001)
1.
Al-Qardh adalah pinjaman yang
diberikan kepada nasabah (muqtaridh) yang
memerlukan.
2.
Nasabah Al-Qardh wajib
mengembalikan jumlah pokok
yang diterima pada
waktu yang telah disepakati bersama.
3.
Biaya administrasi dibebankan kepada nasabah.
4.
Lembaga Keuangan Syariah dapat meminta jaminan kepada nasabah bilamana
dipandang perlu.
5.
Nasabah Al-Qardh dapat memberikan tambahan (sumbangan) senang sukarela
kepada Lembaga Keuangan Syariah selama tidak
diperjanjikan diawal.
6.
Jika nasabah tidak
dapat mengembalikan sebagian
atau seluruh kewajibanya
pada
saat yang telah
disepakati dan Lembaga
Keuangan Syariah telah
memastika ketidak mampunya Lembaga Keuangan
Syariah dapat:
i.
Memperpanjang jangka waktu pengembalian atau,
ii. Menghapus (write off) sebagian atau seluruh kewajibanya.
Dimas Ilham Yudhistira 63040190164
Salatiga, November 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar