Selasa, 17 November 2020

-Mahasiswa Merantau Kuliah- Resume Kelompok IV : Hadist Tentang Al-Qardh

Hadist Tentang Al-Qardh

Al-Qardh atau hutang piutang adalah perkara yang tidak bisa dipisahkan dengan  kehidupan  manusia.  keridakmerataan  materi  adalah  salah  satu penyebab  utama  transaksi  ini  muncul.  Islam  sebagai  agama  yang  mengatur segala  urusan  yang  ada  dalam  kehidupan  manusia  termasuk  al-Qardh  ini. Konsep  hutang  puitang  dalam  islam  pada  dasarnya  adalah  untuk mempermudah  bagi  yang  memiliki  kekurangan  dalam  hal  yang  bisa ditanggungkan.

 

A.    Pengertian Al-Qardh

Al-Qardh dalam arti bahasa berasal dari kata qaradha yang sinonimnya qatha'a (عطق)  yang  berarti  memotong.  Diartikan  demikian  karena  orang  yang  memberikan utang memotong sebagian dari hartanya untuk diberikan kepada orang yang menerima utang (muqtaridh).

Secara  istilah  dikutip  dari  antonio  syafi’i  Al-Qardh  adalah  pemberian  harta kepada  orang  lain  yang  dapat  ditagih  atau  diminta  kembali  atau  dengan  kata  lain meminjamkan  tanpa  mengharapkan  imbalan.  Dalam  literatur  fiqih  klasik,  qardh dikategorikan dalam aqad  tathawwui atau akad saling membantu dan bukan transaksi komersial.

Dari  begitu  banyak  definisi  Qardh  dapat  ditarik  kesimpulanya  Qardh  adalah pemberian pinjaman kepada orang lain yang dapat ditagih atau dikembalikan segera tanpa mengharapkan imbalan dalam rangka tolong menolong, dengan kata lain uang pinjaman  tersebut  kembali  seperti  semula  tanpa  penambahan  ataupun  pengurangan dalam  pengembaliannya.Utang  piutang  merupakan  bentuk  Muamalah  yang  bercorak ta’awun (pertolongan) kepada pihak lain untuk memenuhi kebutuhannya.

 

B. Landasan-Landasan Al-Qardh

1. Al-Qur’an

a.       QS. Al-Hadid ayat 11

من دا الذى يقر ض االه قر ضا حسنا فيضعفه له و له ا خر كر يم

Artinya:  “Siapakah  yang  mau  meminjamkan  kepada  Allah  pinjaman yang  baik,  Allah  akan  melipatgandakan  (balasan)  pinjaman  itu untuknya  dan  dia  akan  memperoleh  pahala  yang  banyak.”  (QS.  Al Hadidt : 11)

b.      QS. Al-Baqarah ayat 245

“Barang siapa yang meminjami Allah dengan pinjaman yang

baik  (menafkahkan  hartanya  di  jalan  Allah),  Maka  Allah  akan

meperlipat gandakan ganti kepadanya dengan banyak. Allah menahan

dan  melapangkan  (rezki)  dan  kepada-Nya-lah  kamu  dikembalikan.”

(QS. Al-Baqarah:245)

2. Hadist

a)      Riwayat  Imam  Muslim  yang  bersumber  dari  Abu  Rafi’  r.a

Dari  Abu  Rafi’i  (katanya):  Sesungguhnya  Nabi  Saw  mengutang  dari  seseorang  anak  sapi.  Setelah  datang  pada  beliau  unta dari unta-unta sedeqah (zakat), lalu beliau menyuruh Abu Rafi’ untuk melunasi  utangnya  kepada  lelaki  itu  berupa  anak  unta  tersebut.  Kata Abu Rafi’ : tidak saya dapati selain unta yang baik yang berumur enam tahun masuk tujuh tahun (Raba’iyyah). Lalu beliau bersabda : Berilah dia unta yang baik dan besar itu, karena sesungguhnya sebaik baiknya orang adalah orang yang paling baik cara melunasi utangnya.

b)      Riwayatkan Ibnu Majah, Nabi SAW bersabda:

“Dari  Ibn  Mas’ud  ra,  bahwa  Nabi  SAW  bersabda:  Tidaklah seorang  Muslim  memberikan  pinjaman  kepada  orang  Muslim  lainnya sebanyak  dua  kali  pinjaman,  melainkan  layaknya  ia  telah menyedekahkan satu kali.”

C. Rukun dan Syarat Al-Qardh

a)      Rukun Al-Qardh

i. Pelaku  yang  terdiri  dari  pemberi  (muqridh)  dan  penerima

pinjaman (muqtaridh).

ii. Objek akad, berupa uang yang dipinjamkan.

iii. Ijab kabul atau serah terima

b)      Syarat-Syarat Al-Qardh

i.  Akad qardh dilakukan dengan sighat ijab dan qabul atau bentuk

lain yang dapat menggantikanya, seperti muatah (akad dengan

tindakan/saling memberi dan saling mengerti).

ii.  Kedua  belah  pihak  yang  terlibat  akad  harus  cakap  hukum

(berakal,  baligh  dan  tanpa  paksaan).  Berdasarkan  syarat  ini,

maka qardh sebagai akad tabrau’ (berderma/sosial), maka akad

qardh yang dilakukan anak kecil, orang gila, orang bodoh atau

orang yang dipaksa, maka hukumnya tidak sah.

iii.   Menurut kalangan hanafiyah, harta yang dipinjamkan  haruslah

harta  yang  ada  padanannya  di  pasaran,  atau  padanan  nilainya

(mitsil),  sementara  menurut  jumhur  ulama,  harta  yang

dipinjamkan  dalam  qard  dapat  berupa  harta  apa  saja  yang

dijadikan tanggungan.

iv.  Ukurang,  jumlah,  jenis  dan  kualitas  harta  yang  dipinjamkan

harus  jelas  agar  mudah  untuk  dikembalikan.  Hal  ini  untuk

menghindari perselisihan di antara para pihak yang melakukan

akad qard.

 

D. Ketentuan-Ketentuan Dalam Al-Qardh


    Berikut  ini  adalah  ketentuan  Al-Qardh  secara  umum  menurut  (Fatwa  DSN

No.19/DSN.MUI/IV/2001)


1.  Al-Qardh adalah    pinjaman yang diberikan kepada nasabah (muqtaridh) yang

memerlukan.

2.  Nasabah  Al-Qardh  wajib  mengembalikan  jumlah  pokok  yang  diterima  pada

waktu yang telah disepakati bersama.

3.   Biaya administrasi dibebankan kepada nasabah.

4.   Lembaga Keuangan Syariah dapat meminta jaminan kepada nasabah bilamana

dipandang perlu.

5.  Nasabah Al-Qardh dapat memberikan tambahan (sumbangan) senang sukarela

kepada Lembaga Keuangan Syariah selama tidak diperjanjikan diawal.

6.  Jika  nasabah  tidak  dapat  mengembalikan  sebagian  atau  seluruh  kewajibanya

pada  saat  yang  telah  disepakati  dan  Lembaga  Keuangan  Syariah  telah

memastika ketidak mampunya Lembaga Keuangan Syariah dapat:

                                i.            Memperpanjang jangka waktu pengembalian atau,

                              ii.            Menghapus (write off) sebagian atau seluruh kewajibanya.






Dimas Ilham Yudhistira 63040190164

Salatiga, November 2020



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

-Mahasiswa Merantau Kuliah- Resume Kelompok X : Hadits Tentang Wakalah

  Hadist Tentang Wakalah A.     Pengertian Wakalah  Wakalah berasal dari wazan wakala-yakilu-waklan yang berarti  menyerahkan atau mewak...